Takdir berakar dari kata qadara yang memiliki arti, antara lain, keputusan, ketetapan, dan perhitungan. Dalam Alquran banyak ayat yang membicarakan takdir. Salah satunya: ''Allah menetapkan malam dan siang.'' (Al-Muzammil: 20). Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan: ''Matahari itu bergerak pada posisinya. Itulah ketetapan pasti Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui. Kemudian, bulan juga Kami tetapkan posisinya, hingga ia pada suatu saat akan kembali ke posisi semula.'' (Yasin: 28-29).
Alquran cukup indah menggambarkan persoalan takdir ini. Ketika takdir dikaitkan dengan Allah SWT, maka takdir adalah gambaran kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas dan mutlak. Allahlah yang menciptakan alam raya beserta segala isinya, tanpa ada yang mampu menandinginya. Manusia adalah bagian dari takdir penciptaan itu sendiri. Manusia adalah makhluk Allah SWT yang terlingkupi oleh takdir-Nya.
Namun, lain halnya ketika takdir itu dikaitkan dengan umat manusia. Alquran selalu menggambarkan bahwa manusia memiliki keleluasaan untuk melakukan berbagai hal yang mereka inginkan. Dalam Alquran tercatat: ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah nasib mereka sendiri.'' (Ar-Ra'd: 11). Alquran juga menggambarkan bahwa apa yang akan manusia peroleh di akhirat nanti, itulah hasil usaha mereka di dunia. ''Siapa yang beramal baik, maka ia akan menuai kebaikan itu, namun siapa yang beramal buruk, maka ia akan mendapatkan keburukan di akhirat itu pula.'' (Al-Zalzalah: 7-8).
Dilihat sepintas lalu, ada perbedaan tajam menyangkut takdir tersebut. Di satu sisi Allah SWT mahakuasa dan menguasai manusia, namun di sisi lain Allah juga menyatakan manusia memiliki keleluasaan berbuat sesuai dengan kehendaknya. Lalu, apa sebetulnya hakikat takdir itu? Dalam satu kesempatan, Nabi SAW pernah menggambar garis lurus di atas tanah, dengan disaksikan oleh para sahabatnya. Beliau menggambar banyak garis yang berbeda bentuknya dan satu garis lurus. Ketika menggambar itu, beliau ditanya oleh para sahabatnya tentang maksud gambar itu.
Beliau lantas bersabda, ''Ini adalah satu jalan yang lurus, sedangkan yang lainnya adalah jalan-jalan yang beragam.'' (HR Bukhari dan Muslim). Artinya, di dunia ini ada banyak jalan yang dilalui oleh umat manusia. Manusia bebas menempuh jalan-jalan itu, namun selanjutnya, Nabi SAW tegaskan hanya ada satu jalan lurus yang mesti ditempuh oleh umat manusia. Jalan inilah yang Allah SWT dan Rasul-Nya tunjukkan.
Takdir dengan demikian adalah keputusan dan ketetapan Allah SWT yang pasti terjadi. Namun, kita tidak akan pernah tahu takdir Tuhan seperti apa. Kita tidak dituntut untuk tahu apa yang Allah SWT tetapkan pada kita. Yang dituntut dari kita adalah upaya kita untuk melakukan segala macam amal kebaikan positif di dunia ini. ''Dunia itu ladang akhirat,'' ujar Rasulullah SAW. (HR Bukhari). Yang menanam kebaikan akan beroleh kebaikan. ''Berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.'' (Al-Baqarah: 148).
Alquran cukup indah menggambarkan persoalan takdir ini. Ketika takdir dikaitkan dengan Allah SWT, maka takdir adalah gambaran kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas dan mutlak. Allahlah yang menciptakan alam raya beserta segala isinya, tanpa ada yang mampu menandinginya. Manusia adalah bagian dari takdir penciptaan itu sendiri. Manusia adalah makhluk Allah SWT yang terlingkupi oleh takdir-Nya.
Namun, lain halnya ketika takdir itu dikaitkan dengan umat manusia. Alquran selalu menggambarkan bahwa manusia memiliki keleluasaan untuk melakukan berbagai hal yang mereka inginkan. Dalam Alquran tercatat: ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah nasib mereka sendiri.'' (Ar-Ra'd: 11). Alquran juga menggambarkan bahwa apa yang akan manusia peroleh di akhirat nanti, itulah hasil usaha mereka di dunia. ''Siapa yang beramal baik, maka ia akan menuai kebaikan itu, namun siapa yang beramal buruk, maka ia akan mendapatkan keburukan di akhirat itu pula.'' (Al-Zalzalah: 7-8).
Dilihat sepintas lalu, ada perbedaan tajam menyangkut takdir tersebut. Di satu sisi Allah SWT mahakuasa dan menguasai manusia, namun di sisi lain Allah juga menyatakan manusia memiliki keleluasaan berbuat sesuai dengan kehendaknya. Lalu, apa sebetulnya hakikat takdir itu? Dalam satu kesempatan, Nabi SAW pernah menggambar garis lurus di atas tanah, dengan disaksikan oleh para sahabatnya. Beliau menggambar banyak garis yang berbeda bentuknya dan satu garis lurus. Ketika menggambar itu, beliau ditanya oleh para sahabatnya tentang maksud gambar itu.
Beliau lantas bersabda, ''Ini adalah satu jalan yang lurus, sedangkan yang lainnya adalah jalan-jalan yang beragam.'' (HR Bukhari dan Muslim). Artinya, di dunia ini ada banyak jalan yang dilalui oleh umat manusia. Manusia bebas menempuh jalan-jalan itu, namun selanjutnya, Nabi SAW tegaskan hanya ada satu jalan lurus yang mesti ditempuh oleh umat manusia. Jalan inilah yang Allah SWT dan Rasul-Nya tunjukkan.
Takdir dengan demikian adalah keputusan dan ketetapan Allah SWT yang pasti terjadi. Namun, kita tidak akan pernah tahu takdir Tuhan seperti apa. Kita tidak dituntut untuk tahu apa yang Allah SWT tetapkan pada kita. Yang dituntut dari kita adalah upaya kita untuk melakukan segala macam amal kebaikan positif di dunia ini. ''Dunia itu ladang akhirat,'' ujar Rasulullah SAW. (HR Bukhari). Yang menanam kebaikan akan beroleh kebaikan. ''Berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.'' (Al-Baqarah: 148).