Manusia sebagai makhluk sosial
Kata sosial berasal dari kata socius (Latin). Ini bermakna dan mengandung arti bersatu, terikat, sekutu, dan peserta. Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan tak berdaya. Ia memiliki insting atau hasrat hidup bersama, yang dalam istilah agama disebut “fitrah”. Individu membutuhkan orang lain untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia. Manusia memiliki kesamaan – kesamaan umum yang memungkinkan mereka membangun bersama – sama dalam kehidupan bermasyarakat. Pribadi bukan untuk diri sendiri saja, melainkan bagi sesama dalam kehidupan bersama, yaitu kebersamaan dalam hubungan sebagai pribadi dan warga masarakat, di tengah lingkungan sosial dan alam yang dianugerahkan Allah Swt kepada makluknya.
Dalam masyarakat terdiri atas manusia individu yang unik dalam berbagai kelompok yang heterogen dan beragam latar belakang. Mereka hidup bersama dalam keluarga, masyarakat, negeri, bangsa dan dunia. Tiap kelompok dengan individu – individu warganya dicita – citakan menyatu dalam keagamaan. Dalam kelompok besar masyarakat bangsa dan Negara kita inginkan terwujud kebersamaan dari berbhineka tunggal ika. Pendidikan adalah media utama untuk mewujudkan keunikan perkembangan kepribadian tiap manusia sebagai peserta didik dalam hubunga kebersamaan.
Pendapat Sinolungan bahwa kebersamaan lebih dimungkinkan oleh adanya kesamaan umum (komonalitas) pada tiap keluarga dalam suatu masyarakat. Manusia dengan kesamaan umum atau komonalitas dan individualitasnya selaku totalitas homo trieka perlu saling menerima, mengormati keberadaan, dan saling bantu dalam kebersamaan.
Sebagai kelompok sosial yang paling melekat dengan individu, keluarga juga menjadi tempat meletakan landasan – landasan keimanan dan ketakwaan (IMTAK) individu yang masih muda belia kepada Al – Khalik Yang Maha Esa. Keluarga sebagai lembaga sosial yang dikenal dan menjadi wadah pertama serta utama pembina individu menjadi makhluk sosial, keluarga mempunyai multi fungsi dalam berbagai dimensi kehidupan. Selain itu keluarga juga wajib menjamin kesejahteraan materi para anggotanya.
Di dalam undang–undang No. 02 Tahun 1989 Bab II pasal IV Sumaatmadja menyebutkan tentnag tujuan pendidikan nasional yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesejahteraan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan konsep tujuan pendidikan di atas, keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan dalam membina manusia Indonesia, untuk menciptakan SDM yang berkualitas dimasa mendatang, menjadi tantangan dan tuntutan keluarga untuk menciptakan suasan yang serasi dalam membina anak – anak menjadi anggota masyarakat (makhluk sosial) sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang ber-Pancasila.
Manusia sebagai makhluk budaya
Manusia sebagai makhluk hidup yang lahir dimukabumi, namun demikian manusia telah membawa perubahan yang sangat cepat dan besar pada bentangan alam yang ditempatinya. Budaya sebagai hak paten manusia, artinya secara biologis manusia sama saja dengan hewan dilahirkan dengan kelengkapan organ tubuh yang menjadi bagian dirinya ditengah – tengah alam lingkungan yang sama dengan apa yang dialami makhluk hidup lainnya. Meskipun demikian manusia tidak terperangkap oleh hal–hal yang alamiah saja. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, mampu melepaskan diri dari keterbatasan – keterbatasan baik keterbatasan nalurinya maupun keterbatasan fisik – biologisnya. Hal yang paling bermakna bagi manusia, akal dan kemampuan intelektualnya. “berkembang dan dapat dikembangkan”.
Perkembangan dan pengembangan akal pikiran manusia menghasilkan apa yang disebut “kebudayaan”. Konsep tentang kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa Sanskerta, kata buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “ budi “ atau akal “. Oleh karena itu, kebudayaan dapat diartikan sebagai “ hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal “. Kata ”kebudayaan” berarti usaha dan hasil usaha manusia menyelesaikan keinginan dan kehendak untuk hidup dengan alam yang ada disekelilingnya, kebudayaan manusia akan selalu mengalir ibarat air sungai menerima dan memberi, merupakan sejarah hidup manusia di dunia .
Selanjutnya menurut pendapat C.P.Kottak sebagai berikut :
Selanjutnya menurut Imran bahwa kebudayaan merupakan sinonim dari perilaku. Akan tetapi variasi dalam perilaku yang diamati termasuk ke dalam jajaran tertentu dan memperlihatkan distribusi tertentu dalam jajaran.
Karakteristik perilaku inilah yang memungkinkan antropologi untuk membangun “konstruk kebudayaan” dengan membentuk rata – rata dari variasi tertentu yang dimasukan ke dalam masing –masing pola budaya yang nyata dan kemudian menggunakan rata – rata ini sebagai simbol bagi pola budaya yang sebenarnya.
Problem – problem yang dihadapi manusia dalam kebudayaan modern, dimana kebudayaan lebih dominan pada saat ini, semangatnya berasal dari cita – cita Barat untuk melepaskan diri dari agama. Dalam masyarakat modern yang berteknologi tinggi, manusia menghadapi mekanisasi kerja. Yakni alat-alat produksi baru yang dihasilkan oleh teknologi modern dengan proses mekanisasi, otomatisasi, dan standarisasi.
Ternyata manusia cenderung menjadi elemen yang mati dari peruses produksi.Teknologi modern telah memperbudak manusia sekedar menjadi otomat dari proses produksi, memperbudak masyarakat untuk mengkonsumsi kebutuhan - kebutuhan semu yang diproduk olehnya.
Manusia yang semula merdeka, yang merasa menjadi pusat dari segala sesuatu, kini telah diturunkan derajatnya menjadi tak lebih sebagai bagian dari mesin. Mesin raksasa teknologi modern. Karena itu manusia di zaman modern ini menjadi terbelanggu oleh proses teknologi. Ia teralienasi dari kerjanya sendiri, sesamanya dan masyarakatnya.
Masyarakat yang telah mencapai tingkat modern, bukan dikatakan kebudayaannya modern, melainkan pradabannya modern. Contoh dalam sejarah dikatakan “peradaban Mesir Kuno”, bukan ”kebudayaan Mesir Kuno”, yaitu Mesir saat itu telah ada pada tahap kebudayaan maju yang dicirikan oleh tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju. Padahal untuk masyarakat lain saat itu, masih belum mencapai tingkat kebudayaan yang disebut peradaban tersebut.
Sumaatmadja berpendapat bahwa suatu masyarakat yang telah mencapai peradaban tertentu, berarti telah mengalami evolusi kebudayaan yang lain dan bermakna sampai tahap tertentu yang diakui tingkat IPTEK dan unsur–unsur budaya lainnya. Pada akhirnya proses modernisasi ini akan menghasilkan “manusia modern”. Selanjutnya Alex Inkeles, menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan seseorang, maka pendidikan yang paling utama. Derajat kemodernan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Oleh karena pendidikan menempati kedudukan, fungsi dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemodernan orang yang bersangkutan.
Proses modernisasi dalam kehidupan masyarakat banyak sedikitnya dipengaruhi dalam ke hidupan keberagamaan seseorang yang sangat kuat kekuasaannya tertanam dalam hati sanubari setiap insan. Pengaruh agama itu dapat menjadi kuat atau lemah berdasar kuat lemahnya, kepercayaan kepada agama itu.
Manusia yang beragama tentu dalam hidup dan kehidupannya akan terlihat pengaruh agama yang dianutnya. Agama dan kebudayaan sebagai pandangan hidup dan hasil kreativitas manusia, tidak terlepas oleh arus perkembangan zaman dan modernisasi kebudayaan itu. Keunggulan tersebut tercermin dalam prestasi mengagumkan yang mengarah pada kesempurnaan hidup. Menggambarkan kebudayaan, Pranjoto mengungkapkan, didalam kontak kehidupan sosial budaya, dapat kita saksikan bagaimana para ilmuwan, sejarawan, para sarjana dan para filosof memanfaatkan konsep budaya zamannya untuk merumuskan pandangan hidup yang artistik yang religius, humanistik, dan saintifik. Karya – karya dari tokoh semacam Palto, Heigel, Dewton, Picasso, Dewey, Einsten adalah contoh dari produk budaya yang dilandasi oleh kehidupan zaman.
Kebudayaan dalam konsep Islam, sangat berkaitan dengan fungsi akal yang melahirkan perbuatan sadar manusia. Keharusan memahami wahyu dengan akalnya menjadikan akal berfungsi sebagai medium bagi manusia untuk mengerti kehadiran Allah SWT yang telah menciptakannya.
Berfungsinya akal kemudian mendorong berkembangnya ilmu dan selanjutnya berdasarkan ilmu yang dikemukakannya, manusia melakukan tindakan berpola dan lahirlah kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan dalam Islam merupakan media manusia untuk memberdayakan dirinya dalam berhubungan dengan Allah SWT dan alam sekitarnya (Hablum minallah wa hablum minal alam).
Kemudian menurut pendapat Arifin bahwa meletakkan agama pada posisi dan fungsi yang mampu menjadikan agama tersebut ke arah dinamika hidup manusia dalam pengembangan ilmu, teknologi dan seni serta kemasyarakatan dan kenegaraan dan sebagainya. karena agama dalam posisi dan fungsi demikian, maka agama tidaklah menjadi penghalang/penghambat kemajuan, sekurang – kurangnya sebagai katalisator problem – problem kehidupan. Sudah barang tentu agama yang dapat diharapkan untuk berperan demikian adalah agama yang ajaran – ajarannya secara intrinsik dan ektrinsik memberikan pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam rangka mengembangkan kebudayaan yang berfungsi untuk memberdayakan dan mensejahterakan umat manusia nampaknya kita tidak dapat melupakan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab ilmu dan pengetahuan memegang peranan sentral dalam melahirkan bentuk – bentuk kebudayaan.
Pendapat Amin Rais, ada dua ekstrimitas respon yang diberikan manusia apabila kepadanya diajukan ramalan tentang kecenderungan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan.
Ekstrim pertama, akan melihat kecenderungan tersebut secara optimis berlebihan dan beranggapan mesti begitulah kehidupan modern. Mereka menganggap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai variable perubahan bersifat mutlak dan dominan.
Ekstrim kedua, justru melihat secara pesimis berlebihan. Mereka melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sumber bencana bagi masa depan manusia.
Menurut pendapat – pendapat di atas, nampaknya merupakan pandangan yang terlampau berlebihan dengan hanya didasarkan atas keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini secara sepihak. Padahal sebenarnya jika dipahami secara konseptual menurut Ali Syariati, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan cabang studi yang berkenaan dengan dunia fisik dan fenomenologi. Sedangkan menurut Amin Rais, pada kaitan ini bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan image mental manusia mengenai hal yang kongkrit dan bertugas menemukan hubungan prinsip, kualitas, karakteristik dalam diri manusia, claim dan entitas – entitas lainnya, serta berarti juga penerapan pengetahuan teoritis pada masalah – masalah praktis (the application of theoretical knowledge to practical problem). Pengetahuan dan teknologi menurutnya hanyalah merupakan alat aktualisasi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, Marwah Daud menambhakan bahwa keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu manusia untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dapat membantu manusia mensyukuri nikmat Allah dan membantu manusia menjalankan tugas kemanusiaannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan rahmat dari Allah Swt yang dapat membantu manusia meningkatkan taraf kehidupannya, dan mempertahankan kehidupannya sebagai wujud fungsinya.
Sehubungan dengan pendapat di atas bahwa agama amat berpengaruh pada manusia dan kebudayaan perlu ditanamkan pada benak pemikir kita, demi kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan sebagai cita–cita bangsa dan kebangkitan Islam kembali di abad modern.
Kata sosial berasal dari kata socius (Latin). Ini bermakna dan mengandung arti bersatu, terikat, sekutu, dan peserta. Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan tak berdaya. Ia memiliki insting atau hasrat hidup bersama, yang dalam istilah agama disebut “fitrah”. Individu membutuhkan orang lain untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia. Manusia memiliki kesamaan – kesamaan umum yang memungkinkan mereka membangun bersama – sama dalam kehidupan bermasyarakat. Pribadi bukan untuk diri sendiri saja, melainkan bagi sesama dalam kehidupan bersama, yaitu kebersamaan dalam hubungan sebagai pribadi dan warga masarakat, di tengah lingkungan sosial dan alam yang dianugerahkan Allah Swt kepada makluknya.
Dalam masyarakat terdiri atas manusia individu yang unik dalam berbagai kelompok yang heterogen dan beragam latar belakang. Mereka hidup bersama dalam keluarga, masyarakat, negeri, bangsa dan dunia. Tiap kelompok dengan individu – individu warganya dicita – citakan menyatu dalam keagamaan. Dalam kelompok besar masyarakat bangsa dan Negara kita inginkan terwujud kebersamaan dari berbhineka tunggal ika. Pendidikan adalah media utama untuk mewujudkan keunikan perkembangan kepribadian tiap manusia sebagai peserta didik dalam hubunga kebersamaan.
Pendapat Sinolungan bahwa kebersamaan lebih dimungkinkan oleh adanya kesamaan umum (komonalitas) pada tiap keluarga dalam suatu masyarakat. Manusia dengan kesamaan umum atau komonalitas dan individualitasnya selaku totalitas homo trieka perlu saling menerima, mengormati keberadaan, dan saling bantu dalam kebersamaan.
Sebagai kelompok sosial yang paling melekat dengan individu, keluarga juga menjadi tempat meletakan landasan – landasan keimanan dan ketakwaan (IMTAK) individu yang masih muda belia kepada Al – Khalik Yang Maha Esa. Keluarga sebagai lembaga sosial yang dikenal dan menjadi wadah pertama serta utama pembina individu menjadi makhluk sosial, keluarga mempunyai multi fungsi dalam berbagai dimensi kehidupan. Selain itu keluarga juga wajib menjamin kesejahteraan materi para anggotanya.
Di dalam undang–undang No. 02 Tahun 1989 Bab II pasal IV Sumaatmadja menyebutkan tentnag tujuan pendidikan nasional yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesejahteraan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan konsep tujuan pendidikan di atas, keluarga adalah sebagai lembaga pendidikan dalam membina manusia Indonesia, untuk menciptakan SDM yang berkualitas dimasa mendatang, menjadi tantangan dan tuntutan keluarga untuk menciptakan suasan yang serasi dalam membina anak – anak menjadi anggota masyarakat (makhluk sosial) sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang ber-Pancasila.
Manusia sebagai makhluk budaya
Manusia sebagai makhluk hidup yang lahir dimukabumi, namun demikian manusia telah membawa perubahan yang sangat cepat dan besar pada bentangan alam yang ditempatinya. Budaya sebagai hak paten manusia, artinya secara biologis manusia sama saja dengan hewan dilahirkan dengan kelengkapan organ tubuh yang menjadi bagian dirinya ditengah – tengah alam lingkungan yang sama dengan apa yang dialami makhluk hidup lainnya. Meskipun demikian manusia tidak terperangkap oleh hal–hal yang alamiah saja. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, mampu melepaskan diri dari keterbatasan – keterbatasan baik keterbatasan nalurinya maupun keterbatasan fisik – biologisnya. Hal yang paling bermakna bagi manusia, akal dan kemampuan intelektualnya. “berkembang dan dapat dikembangkan”.
Perkembangan dan pengembangan akal pikiran manusia menghasilkan apa yang disebut “kebudayaan”. Konsep tentang kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa Sanskerta, kata buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “ budi “ atau akal “. Oleh karena itu, kebudayaan dapat diartikan sebagai “ hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal “. Kata ”kebudayaan” berarti usaha dan hasil usaha manusia menyelesaikan keinginan dan kehendak untuk hidup dengan alam yang ada disekelilingnya, kebudayaan manusia akan selalu mengalir ibarat air sungai menerima dan memberi, merupakan sejarah hidup manusia di dunia .
Selanjutnya menurut pendapat C.P.Kottak sebagai berikut :
All human population have culture, which is therefore a generalized possession of genus homo.This is Culture (capital C) in ? general sense, a capacity and possession shared by homonids .Finnaly there is cultural learning.This depends on the uniquely developed human capacity to use symbols,signs the have no necessary ornatural connection with the things for which they stand.Berdasarkan pernyataan Kottak di atas, kebudayaan itu merupakan milik umum dari jenis manusia, kemampuan yang hanya dimiliki oleh manusia. Kebudayaan ini merupakan hasil belajar yang sangat bergantung pada pengembangan kemampuan manusia yang unik dalam memanfaatkan simbol, tanda – tanda atau isyarat, yang tidak ada paksaan atau hubungan alamiah dengan hal–hal yang mereka pertahankan.
Selanjutnya menurut Imran bahwa kebudayaan merupakan sinonim dari perilaku. Akan tetapi variasi dalam perilaku yang diamati termasuk ke dalam jajaran tertentu dan memperlihatkan distribusi tertentu dalam jajaran.
Karakteristik perilaku inilah yang memungkinkan antropologi untuk membangun “konstruk kebudayaan” dengan membentuk rata – rata dari variasi tertentu yang dimasukan ke dalam masing –masing pola budaya yang nyata dan kemudian menggunakan rata – rata ini sebagai simbol bagi pola budaya yang sebenarnya.
Problem – problem yang dihadapi manusia dalam kebudayaan modern, dimana kebudayaan lebih dominan pada saat ini, semangatnya berasal dari cita – cita Barat untuk melepaskan diri dari agama. Dalam masyarakat modern yang berteknologi tinggi, manusia menghadapi mekanisasi kerja. Yakni alat-alat produksi baru yang dihasilkan oleh teknologi modern dengan proses mekanisasi, otomatisasi, dan standarisasi.
Ternyata manusia cenderung menjadi elemen yang mati dari peruses produksi.Teknologi modern telah memperbudak manusia sekedar menjadi otomat dari proses produksi, memperbudak masyarakat untuk mengkonsumsi kebutuhan - kebutuhan semu yang diproduk olehnya.
Manusia yang semula merdeka, yang merasa menjadi pusat dari segala sesuatu, kini telah diturunkan derajatnya menjadi tak lebih sebagai bagian dari mesin. Mesin raksasa teknologi modern. Karena itu manusia di zaman modern ini menjadi terbelanggu oleh proses teknologi. Ia teralienasi dari kerjanya sendiri, sesamanya dan masyarakatnya.
Masyarakat yang telah mencapai tingkat modern, bukan dikatakan kebudayaannya modern, melainkan pradabannya modern. Contoh dalam sejarah dikatakan “peradaban Mesir Kuno”, bukan ”kebudayaan Mesir Kuno”, yaitu Mesir saat itu telah ada pada tahap kebudayaan maju yang dicirikan oleh tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju. Padahal untuk masyarakat lain saat itu, masih belum mencapai tingkat kebudayaan yang disebut peradaban tersebut.
Sumaatmadja berpendapat bahwa suatu masyarakat yang telah mencapai peradaban tertentu, berarti telah mengalami evolusi kebudayaan yang lain dan bermakna sampai tahap tertentu yang diakui tingkat IPTEK dan unsur–unsur budaya lainnya. Pada akhirnya proses modernisasi ini akan menghasilkan “manusia modern”. Selanjutnya Alex Inkeles, menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan seseorang, maka pendidikan yang paling utama. Derajat kemodernan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Oleh karena pendidikan menempati kedudukan, fungsi dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemodernan orang yang bersangkutan.
Proses modernisasi dalam kehidupan masyarakat banyak sedikitnya dipengaruhi dalam ke hidupan keberagamaan seseorang yang sangat kuat kekuasaannya tertanam dalam hati sanubari setiap insan. Pengaruh agama itu dapat menjadi kuat atau lemah berdasar kuat lemahnya, kepercayaan kepada agama itu.
Manusia yang beragama tentu dalam hidup dan kehidupannya akan terlihat pengaruh agama yang dianutnya. Agama dan kebudayaan sebagai pandangan hidup dan hasil kreativitas manusia, tidak terlepas oleh arus perkembangan zaman dan modernisasi kebudayaan itu. Keunggulan tersebut tercermin dalam prestasi mengagumkan yang mengarah pada kesempurnaan hidup. Menggambarkan kebudayaan, Pranjoto mengungkapkan, didalam kontak kehidupan sosial budaya, dapat kita saksikan bagaimana para ilmuwan, sejarawan, para sarjana dan para filosof memanfaatkan konsep budaya zamannya untuk merumuskan pandangan hidup yang artistik yang religius, humanistik, dan saintifik. Karya – karya dari tokoh semacam Palto, Heigel, Dewton, Picasso, Dewey, Einsten adalah contoh dari produk budaya yang dilandasi oleh kehidupan zaman.
Kebudayaan dalam konsep Islam, sangat berkaitan dengan fungsi akal yang melahirkan perbuatan sadar manusia. Keharusan memahami wahyu dengan akalnya menjadikan akal berfungsi sebagai medium bagi manusia untuk mengerti kehadiran Allah SWT yang telah menciptakannya.
Berfungsinya akal kemudian mendorong berkembangnya ilmu dan selanjutnya berdasarkan ilmu yang dikemukakannya, manusia melakukan tindakan berpola dan lahirlah kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan dalam Islam merupakan media manusia untuk memberdayakan dirinya dalam berhubungan dengan Allah SWT dan alam sekitarnya (Hablum minallah wa hablum minal alam).
Kemudian menurut pendapat Arifin bahwa meletakkan agama pada posisi dan fungsi yang mampu menjadikan agama tersebut ke arah dinamika hidup manusia dalam pengembangan ilmu, teknologi dan seni serta kemasyarakatan dan kenegaraan dan sebagainya. karena agama dalam posisi dan fungsi demikian, maka agama tidaklah menjadi penghalang/penghambat kemajuan, sekurang – kurangnya sebagai katalisator problem – problem kehidupan. Sudah barang tentu agama yang dapat diharapkan untuk berperan demikian adalah agama yang ajaran – ajarannya secara intrinsik dan ektrinsik memberikan pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam rangka mengembangkan kebudayaan yang berfungsi untuk memberdayakan dan mensejahterakan umat manusia nampaknya kita tidak dapat melupakan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab ilmu dan pengetahuan memegang peranan sentral dalam melahirkan bentuk – bentuk kebudayaan.
Pendapat Amin Rais, ada dua ekstrimitas respon yang diberikan manusia apabila kepadanya diajukan ramalan tentang kecenderungan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan.
Ekstrim pertama, akan melihat kecenderungan tersebut secara optimis berlebihan dan beranggapan mesti begitulah kehidupan modern. Mereka menganggap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai variable perubahan bersifat mutlak dan dominan.
Ekstrim kedua, justru melihat secara pesimis berlebihan. Mereka melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sumber bencana bagi masa depan manusia.
Menurut pendapat – pendapat di atas, nampaknya merupakan pandangan yang terlampau berlebihan dengan hanya didasarkan atas keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini secara sepihak. Padahal sebenarnya jika dipahami secara konseptual menurut Ali Syariati, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan cabang studi yang berkenaan dengan dunia fisik dan fenomenologi. Sedangkan menurut Amin Rais, pada kaitan ini bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan image mental manusia mengenai hal yang kongkrit dan bertugas menemukan hubungan prinsip, kualitas, karakteristik dalam diri manusia, claim dan entitas – entitas lainnya, serta berarti juga penerapan pengetahuan teoritis pada masalah – masalah praktis (the application of theoretical knowledge to practical problem). Pengetahuan dan teknologi menurutnya hanyalah merupakan alat aktualisasi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, Marwah Daud menambhakan bahwa keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu manusia untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dapat membantu manusia mensyukuri nikmat Allah dan membantu manusia menjalankan tugas kemanusiaannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan rahmat dari Allah Swt yang dapat membantu manusia meningkatkan taraf kehidupannya, dan mempertahankan kehidupannya sebagai wujud fungsinya.
Sehubungan dengan pendapat di atas bahwa agama amat berpengaruh pada manusia dan kebudayaan perlu ditanamkan pada benak pemikir kita, demi kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan sebagai cita–cita bangsa dan kebangkitan Islam kembali di abad modern.