Dalam QS. Al-Furqan : 63-74 Allah swt menjelaskan tentang ciri-ciri hamba yang dimuliakan Allah, antara lain :
Pertama, Rendah hati, tidak berlaku sombong, tidak karena kebetulan diberi kekayaan, kecantikan, kedudukan, atau kepandaian kemudian menolak kebenaran yang datang dari Allah dan menghina kepada orang lain. Ia sadar bahwa segala yang ia miliki hanyalah titipan dari Yang Maha Pengasih, ia juga sadar bahwa disamping kelebihan, banyak juga kekurangan dan kealfaan dalam dirinya .
Kedua, Selain melaksanakan shalat fardu yang lima, ia juga rajin melakukan shalat tahajud di malam hari, Satu amal ibadah sunat yang mendapat jaminan surga bernama “Maqoman Mahmudan “ ( QS. Bani Israil : 79 ) Saat orang lain terlelap tidur, ia bangun mendekatkan diri kepada Allah, berdo’a, dan beristighfar dengan khusyuk, pada dini hari, saat besar harapan semua do’a dikabul Allah. Seperti dijelaskan oleh Nabi saw. : “ Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, dan menghimbau : Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku saat ini akan Aku ampuni, dan barangsiapa yang meminta sesuatu kepada-Ku saat ini akan Aku penuhi. “ HR. Al-Bukhari.
Ketiga, Tidak boros dan tidak kikir. Ia taat melaksanakan kewajiban zakat, infaq , wakaf dan sedekah. Ia meyakini bahwa apa yang ia berikan kepada fakir dan miskin atau fi sabilillah, bukanlah untuk kepentingan orang lain tapi justru untuk kebaikan dirinya, baik di dunia terutama di akhirat. Sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan bahwa betapa orang yang pemurah dan ahli sedekah disayang orang, sebaliknya kebencian justru banyak dialamatkan kepada orang bakhil dan kikir. Belum lagi di akhirat kelak, harta yang diinfakkan dengan ikhlas akan menjadi benteng bagi dirinya dari siksa api neraka , dan harta yang dibakhilkan akan dikalungkan oleh Allah dari api neraka. Ia juga tidak berlebihan dalam meninfakkan hartanya, sehingga membuat keluarganya miskin dan menderita. Nabi saw. menyatakan : “ Engkau meninggalkan ahli waritsmu dalam keadaan berkecukupan lebih baik dari pada engkau meningalkannya dalam keadaan miskin, dan hidupnya jadi beban orang lain “ HR. Muslim.
Keempat, Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa besar, seperti Syirik, yaitu menyukutukan Allah, baik rububiyyah maupun uluhiyyah, termasuk di dalamnya riya, yang oleh Nabi saw. disebut sebagai “syirik kecil “ , beramal tidak ikhlas karena Allah, tapi mengharapkan pujian dari sesama manusia. Ia tidak pernah memohon pertolongan dan berdo’a kepada selain Allah. Ia tidak Membunuh, karena membunuh orang tanpa alasan yang dibenarkan oleh Allah dan rasul-Nya adalah dosa besar. Ia juga tidak melakukan zina, yang dalam hadits riwayat Imam At-Thabrani dinilai oleh Nabi sebagai dosa terbesar urutan kedua setelah dosa syirik. Beliau bersabda : “ Tidak ada dosa yang lebih besar setelah dosa syirik, kecuali dosa seorang lelaki menyimpan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya . “Ia juga tidak memberikan kesaksian palsu, karena disamping perbuatan itu hanya akan mencelakakan orang lain dan dirinya juga merupakan perbuatan dosa. Kelima, Jangankan perbuatan yang jelas-jelas dosa, hal-hal yang ia nilai tidak ada manfaatnya, ia hindari. Sebagaimana dinyatakan Nabi saw. : “ “Sebaik-baik muslim adalah orang yang bisa meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat “ ( HR. At-Tirmidzi ). Keenam, Ia terbuka untuk menerima nasihat dan teguran. Apalagi jika nasihat dan teguran itu bersumber dari ayat Allah atau hadits Nabi . Dalam ayat lain dijelaskan bahwa orang-orang yang akan diberi kebaikan oleh Allah, hatinya akan selalu terbuka untuk menerima nasihat, menerima ajaran Islam. Sebaliknya orang yang akan dibiarkan dalam kesesatan, setiap nasihat dirasakan menyesakkan hati dan hanya menyusahkan dirinya, menyinggung perasaannya. Ketujuh, Ketika ia sadar telah terlibat perbuatan dosa, mengikuti ajakan hawa nafsu dan godaan syetan, ia segera bertaubat, dengan memohon ampunan Allah dan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu. Ia yakin bahwa sebesar apapun dosa yang dilakukan jika ia mau bertaubat taubatan nasuha Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun akan mengampuninya.
Dengan sifat-sifat Hambar Allah tersebut di atas insya Allah seseorang akan termasuk katagori “ Ibadur Rahman “ Hamba Allah yang dimuliakan. Wallahua’alam.
Kedua, Selain melaksanakan shalat fardu yang lima, ia juga rajin melakukan shalat tahajud di malam hari, Satu amal ibadah sunat yang mendapat jaminan surga bernama “Maqoman Mahmudan “ ( QS. Bani Israil : 79 ) Saat orang lain terlelap tidur, ia bangun mendekatkan diri kepada Allah, berdo’a, dan beristighfar dengan khusyuk, pada dini hari, saat besar harapan semua do’a dikabul Allah. Seperti dijelaskan oleh Nabi saw. : “ Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, dan menghimbau : Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku saat ini akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku saat ini akan Aku ampuni, dan barangsiapa yang meminta sesuatu kepada-Ku saat ini akan Aku penuhi. “ HR. Al-Bukhari.
Ketiga, Tidak boros dan tidak kikir. Ia taat melaksanakan kewajiban zakat, infaq , wakaf dan sedekah. Ia meyakini bahwa apa yang ia berikan kepada fakir dan miskin atau fi sabilillah, bukanlah untuk kepentingan orang lain tapi justru untuk kebaikan dirinya, baik di dunia terutama di akhirat. Sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan bahwa betapa orang yang pemurah dan ahli sedekah disayang orang, sebaliknya kebencian justru banyak dialamatkan kepada orang bakhil dan kikir. Belum lagi di akhirat kelak, harta yang diinfakkan dengan ikhlas akan menjadi benteng bagi dirinya dari siksa api neraka , dan harta yang dibakhilkan akan dikalungkan oleh Allah dari api neraka. Ia juga tidak berlebihan dalam meninfakkan hartanya, sehingga membuat keluarganya miskin dan menderita. Nabi saw. menyatakan : “ Engkau meninggalkan ahli waritsmu dalam keadaan berkecukupan lebih baik dari pada engkau meningalkannya dalam keadaan miskin, dan hidupnya jadi beban orang lain “ HR. Muslim.
Keempat, Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa besar, seperti Syirik, yaitu menyukutukan Allah, baik rububiyyah maupun uluhiyyah, termasuk di dalamnya riya, yang oleh Nabi saw. disebut sebagai “syirik kecil “ , beramal tidak ikhlas karena Allah, tapi mengharapkan pujian dari sesama manusia. Ia tidak pernah memohon pertolongan dan berdo’a kepada selain Allah. Ia tidak Membunuh, karena membunuh orang tanpa alasan yang dibenarkan oleh Allah dan rasul-Nya adalah dosa besar. Ia juga tidak melakukan zina, yang dalam hadits riwayat Imam At-Thabrani dinilai oleh Nabi sebagai dosa terbesar urutan kedua setelah dosa syirik. Beliau bersabda : “ Tidak ada dosa yang lebih besar setelah dosa syirik, kecuali dosa seorang lelaki menyimpan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya . “Ia juga tidak memberikan kesaksian palsu, karena disamping perbuatan itu hanya akan mencelakakan orang lain dan dirinya juga merupakan perbuatan dosa. Kelima, Jangankan perbuatan yang jelas-jelas dosa, hal-hal yang ia nilai tidak ada manfaatnya, ia hindari. Sebagaimana dinyatakan Nabi saw. : “ “Sebaik-baik muslim adalah orang yang bisa meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat “ ( HR. At-Tirmidzi ). Keenam, Ia terbuka untuk menerima nasihat dan teguran. Apalagi jika nasihat dan teguran itu bersumber dari ayat Allah atau hadits Nabi . Dalam ayat lain dijelaskan bahwa orang-orang yang akan diberi kebaikan oleh Allah, hatinya akan selalu terbuka untuk menerima nasihat, menerima ajaran Islam. Sebaliknya orang yang akan dibiarkan dalam kesesatan, setiap nasihat dirasakan menyesakkan hati dan hanya menyusahkan dirinya, menyinggung perasaannya. Ketujuh, Ketika ia sadar telah terlibat perbuatan dosa, mengikuti ajakan hawa nafsu dan godaan syetan, ia segera bertaubat, dengan memohon ampunan Allah dan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu. Ia yakin bahwa sebesar apapun dosa yang dilakukan jika ia mau bertaubat taubatan nasuha Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun akan mengampuninya.
Dengan sifat-sifat Hambar Allah tersebut di atas insya Allah seseorang akan termasuk katagori “ Ibadur Rahman “ Hamba Allah yang dimuliakan. Wallahua’alam.
Oleh : Asep Iwan, disarikan dari Handout KH Drs. Shiddiq Aminullah Allohu Yarham.