Setiap amal yang dilakukan harus dikerjakan dengan penuh ikhlas. Tanpanya, maka sebanyak apapun dan sebaik apapun amalan tersebut maka tidak akan bernilai di hadapan Allah SWT. Ikhlas merupakan pekerjaan hati yang susah digambarkan keberadaannya di setiap orang. Apakah dia mengerjakan amal tersebut dengan ikhlas atau tidak.
Awal sebutan istilah perkataan Ikhlas itu sendiri awalnya terdapat dalam keterangan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah, dimana hamba Allah diperintahkan untuk melakukan amal sholeh disertai dengan "Ikhlas". Akronim dari Ikhlas di sini adalah Riya, yakni mengerjakan amal ibadah dengan landasan pamrih karena ingin sesuatu yang diharapkan dari selain Allah Swt.
Menurut pendapat Syaikh Shalih Al Fauzan dalam buku Tauhidnya disebutkan bahwa Ikhlas merupakan salah satu pilar yang terpenting dalam Islam. Karena ikhlas merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah. Hal ini bisa dilihat dari hadits Abu Umamah, yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda setelah ditanya mengenai orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karenaNya dan mengharap wajahNya” (HR. An Nasai dengan sanad yang jayyid/bagus. Dishahihkan Al Mundziri, dan dimuat pula oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari VI/28)
“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti” (HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dishahihkan oleh Al Albani)Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits Qudsi :
"Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985)Menurut Imam An-Nawawi dalam Syarah Kitab Imam Muslim, disebutkan bahwa amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.
Menurut Syaikh Salim Bin Ied Al Hilali dalam kitab Manhajul Anbiyaa’ Fii Tazkiyatin Nufuus :
"Dan ikhlas juga adalah salah satu syarat agar kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa, karena sesungguhnya ikhlas adalah rukun taqwa yang pertama. Ikhlas didahulukan sebelum Ittiba’ dan Ilmu.Dalam sebuah riwayat Hadits, Ikhlas menjadi penyebab seseorang ditolong Allah Swt:
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR. An Nasai no. 3178, dishahihkan oleh Al Albani)Seorang hamba juga akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Sebagaimana pernyataan Iblis,
“Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang selalu ikhlas”. (QS. Shaad: 82-83)
Dalil Perintah Untuk Ikhlas :
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)” (QS. Az Zumar: 2-3)
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama” (QS. Az Zumar: 11)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Baiyinah: 5)
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)Adapun diantara pendapat Para Ulama tentang Ikhlas yang dapat saya kumpulkan di sini adalah sebagai berikut :
- Mutharrif bin Abdullah, : “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat” (dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)
- Abdullah bin Mubarak, : “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat” (dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)
- Ibnul Qayyim, : “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa” (dalam Al Fawaid)
- Rabi’ bin Khutsaim, : “Segala sesuatu yang dilakukan tidak untuk mencari keridhaan Allah, pasti akan pupus sirna” (dinukil dalam Shifatush Shafwah)
- Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili : “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al A’mal)
- Fudhail bin Iyadh : “Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya’. Sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik. Adapun ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya” (Tazkiyatun Nufuus wa Tarbiyatuha Kama Yuqarrirruhu ‘Ulama As Salaf)\
Demikian Artikel tentang ikhlas dan pendapat para ulama mengenai urgensi pentingnya amal dilakukan dengan ikhlas karena Allah Swt. Semoga bermanfaat sebagai kata kata mutiara persahabatan anda.